My Quote Today

On the stage he was natural, simple, affecting. It was only when he was off, he was acting
glitter-graphic.com

Minggu, 16 Oktober 2011

Leadership Spiritual Questioner

Sebuah Refleksi diri
Jika suatu bangsa dapat memilih para pemimpinnya dengan baik, maka bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi negara yang besar. Tetapi, jika salah memilih pemimpin, bangsa tersebut akan menuju kehancuran. Keberhasilan dan jatuhnya suatu negara berada di tangan para pemimpinnya. Hal ini merupakan salah satu krisis yang paling nyata dihadapi bangsa Indonesia saat ini yaitu krisis ‘kepemimpinan’. Kita mengalami kegamangan dalam hal menentukan pemimpin yang tepat untuk negeri ini. Tentu saja pemimpin yang mampu mengeluarkan Indonesia dari berbagai krisis multidimensi ini. Beberapa kali pemilu dan pilpres telah digelar, namun selalu saja muncul perdebatan dalam menentukan pemimpin yang layak, sehingga perebutan posisi presiden dan wakil presiden kerap menjadi suguhan politik yang paling menyedot perhatian publik.
Ini sama halnya seperti dalam dunia bisnis. Tidak peduli betapa hebatnya kemampuan para pekerja di suatu perusahaan, jika kepemimpinannya kurang, maka perusahaan tersebut akan segera mengalami kebangkrutan. Tetapi, jika sang pemilik atau para direksi menyediakan suatu kepemimpinan yang handal, maka perusahaan tersebut akan berkembang dan berhasil.
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin diungkapkan dalam Al-Qur’an Q.S Al-Anbiya’ ayat 73 yang artinya :
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”.
Dan dalam Q.S. Sajadah Ayat 24 yang artinya :
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.
Allah juga berfirman dalam ayat yang lain :
(Nabi mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut) menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Qs. Al Baqarah : 247)
Seperti halnya yang diungkap Rasullah SAW, ketika Abu Dzar meminta suatu jabatan. Ia bersabda, “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi penyebab kenistaan dan penyesalan di Hari Kemudian (bila disia-siakan)”.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk-buruk pemimpin kalian ialah mereka yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian; kalian melaknati mereka dan mereka pun melaknati kalian.” (H.R. Muslim).
Berdasarkan ayat-ayat dan hadist  di atas, prinsip-prinsip kepemimpinan itu diantaranya sebagai berikut :
  1. Selalu berorientasi atau berpijak pada nilai-nilai kebenaran,
  2. Mampu mengantarkan pengikutnya (masyarakat) pada jalan Allah,
  3. Selalu membudayakan kebaikan-kebaikan pada dirinya sendiri sebelum kepada orang lain, dan
  4. Memiliki keyakinan (optimis) terhadap keberhasilan dan pertolongan Allah.
  5. Berilmu luas, sehingga mengetahui titik kelemahan dan potensi kekuatan yang ada dalam tubuh umatnya, dengan demikian ia akan dapat mengatur kesemuanya itu dengan kematangan pikirannya.
  6. Bertubuh kekar dan sehat, yang merupakan pertanda kesehatan pikirannya.
  7. Ia berada dalam pertolongan dan taufiq Allah, sehingga dengan mudah dapat mengadaptasikan dirinya sebagai seorang pemimpin tanpa adanya kesusahan.
Stephen R. Covey, pakar kepemimpinan, menekankan pentingnya prinsip-pinsip dasar yang harus dijadikan sentral dalam mengelola sebuah kepemimpinan (principle-centered). Prinsip-prinsip dasar itu diantaranya adalah : fairness (keadilan), integrity (ketulusan/keteguhan), honesty (kejujuran), dan human dignity (kehormatan manusia). Jika masyarakat Barat, yang sebagian besar aturan hidupnya bersifat sekuleristik, masih memegang prinsip universal tersebut, apalagi kita yang hidup di Indonesia dan dikenal sebagai masyarakat religius. Bagi seorang muslim, sifat-sifat Nabi yang terkenal yaitu Shidiiq (Jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (selalu menyampaikan kebenaran) dan Fathonah (memiliki kecerdasan), seharusnya juga dijadikan pedoman dan prinsip dasar dalam menjalankan misi kepemimpinan profetik.
Orang biasa cenderung untuk meniru para pemimpinnya. Mereka mulai meniru para pemimpinnya bukan hanya dalam hal penggunaan kata-kata dan kelakuan, tetapi mereka juga meniru cara berpikir para pemimpin mereka. Coba kita lihat komunitas milist (mailing list). Jika pemimpin milist ini handal, maka seluruh komunitas milist ini akan meningkat hari demi hari. Sebaliknya, jika komunitas milist ini kurang dalam hal kepemimpian maka komunitas milist ini akan mengalami banyak penurunan.
Menilai diri sendiri :  
            Dalam banyak aspek kepemimpinan yang ada diri ini masih belum mencapai target yang ideal bagi seorang pemimpin. Terutama dalam aspek pengetahuan yang luas, bertubuh sehat, dan aspek kekuatan keimanan yang masih turun naik dan belum stabil. Akan tetapi, diri ini juga selalu berusaha persikap proaktif yang artinya lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri (di masa lalu, di masa sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Selalu berusaha untuk mengislah diri dari waktu ke waktu. Yah sebagai manusia itulah yang bisa saya lakukan teruis belajar dari kesalahan-kesalahan yang mungkin setiap waktu bahkan setiap menit dilakukan dan berusaha mengambil ibroh dari semua hal yang terjadi. Mungkin kalau disangkutpautkan dengan implementasi kepemimpinan profetik diri ini masih sangat banyak kekurangannya. Yah hanya terus bisa terus berusaha untuk mengislah (memperbaiki) diri saja. Karena pada dasarnya manusia itu terlihat baik hanya karena Allah masih menutup aib-aib kita saja. Mungkin bisa ku ungkapkan pendapatku mengenai diri ini dalam satu paragraf prosa :
“Aku lebih suka menyukai pagi yang begitu sederhana. Pagi yang tidak mengatakan apa-apa padaku sampai matahari terik datang dan itu terjadi secara alami. Ia benar-benar tidak mengatakan apapun padaku tentang apa yang ia suka. Karena itu, aku terkadang tidak menyadarinya. Kesederhanaanya tidak membuat beban pada dirinya sendiri. Kesejukannya tidak pernah menusuk orang lain. Benar-benar tidak melebaykan apa yang terjadi pada dirinya”.
Rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan itu perlu juga memiliki ketrampilan khusus  yang sifatnya sangat kritis, beberapa rekomendasi yang ada ini aku kutip dari Resensi Buku White, Hodgson dan Crainer (1997) :
·                     Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara meningkatkan kualitas amal yaumiyah kita sehari-hari.
•    Difficult Learning : proses belajar yang rumit dan sulit bisa merangsang kreativitas. Untuk mendorong kemampuan mengidentifikasi apa yang belum diketahui dan yang belum di dapat cara pemecahannya.
•    Maximizing Energy:  upaya memaksimalkan energy bukan diartikan ‘begadang’ untuk kerja keras, tetapi dapat mengambil keputusan yang berkualitas. Harus bisa keluar dari mindset ‘statusquo’ yang sifatnya kompromistis.
•    Resonant Simplicity:  berlogika secara sederhana menjadi keunggulan dalam bersaing, yang tidak muluk” tapi susah direalisasi.
•    Multiple Focus: artinya tidak hanya focus pada kegiatan yang sesuai dengan rencana strategis saja, tapi juga yang nonstrategis.
•    Mastering Inner Sense: bahwa berprediksi itu tidak hanya mengandalkan logika dan rasio dari data” saja tapi kadang juga perlu ilmu dari dalam diri ( inner sense) terutama untuk membuat keputusan cepat dalam kondisi yang tidak menentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar